Makassar – Mediafloresnews.Com – Pemilihan umum di indonesia ibaratkan dagang sapi saja; situ jual berapa? Saya beli, kalo kurang bisa tukar tambah saja lewat jabatan. Kita sudah sering di kibulin oleh politisi yang berbusa-busa dengan kata keadilan, kesejahtraan, dan omong kosong lainya. Jumat (12/1).
Kita juga juga sudah tau tentang politik yang begitu-begitu saja; kalo bukan politisi karatan, keluarga politisi, kolega oligarki dan tentuhnya penguasah yang mencoba peruntungan dalam politik dan kesemuanya masuk lingkaran setan politik uang, dari suap surat rekomendasi partai, sampai vote buying.
Calegnya, cost politik yang semakin tinggi tidak membuat politisi membakar uang untuk kursi politik. Selama pemilu yang di gelar secara langsung dari tahun 2009-2019 kita di tunjukan sebuah fenomena hang terjadi secara masif yaitu jual belih suara.
Sugianto, Mahasiswa semester 9 UIN Alauddin Makassar mengatakan bahwa Beberapa anekdot tentang pemilu terutama pileg diantaranya yang sering terdengar adalah NBBP( nomor Berapa Berani berapa) kelakar semacam itu adalah bukti dari maraknya praktis jual beli suara.
Meskipun secara hukum praktiK ini terlarang, para politisi dari tingkat nasional sampai kepala desa tidak segan-segan membelanjakan anggaran pemenangan untuk membelih suara pemilih.
Tentang politik patronase dan klientelisme di indonesia terkusus politik uang ini seakan menegukan nyatanya politik indonesia yang di bangun atas praktik uang dan praktik patronase. (Jainudin Rasad)
Sumber : Sugianto Mahasiswa UIN Alauddin Makassar